Oleh : Ninis Afinda
Deviana
Seni
itu indah, dan aku menyukainya, bahkan mengunyah makanan pun ada seninya, kita
tak boleh bersuara saat mengunyah, kalau bahasa daerahku menyebutnya “kecapan” hehe. Sedangkan seni itu banyak
jenisnya, antara lain yang aku sukai adalah, seni lukis, tari, drama, gamelan
dan masih banyak lagi. Pernah melihat pelangi? Menurutku seni itu lebih indah dari
MEJIKUHIBINIU, seni itu lebih agung, dan lebih elok dari pelangi, namun bukan
berarti aku merendahkan penciptanya loh ya, tetaplah engaku Tuhan yang maha
Esa, pencipta seluruh alam semesta yang menakjubkan ini, subhanallah. Namun
seni itu indah jika kita bisa menyelaminya.
Pertama
kali aku mengenal indahnya seni disaat aku baru bisa membedakan mana warna
merah dan mana warna pink, yak TK. Di TK aku diajari mengenal warna, sebelum
akhirnya mengenal angka dan huruf. Warna yang paling aku sukai adalah Biru,
tepatnya biru yang seperti awan. Sejak aku sudah bisa membedakan warna, barulah
bu guru ku mengajari aku mewarnai. Jaman TK adalah lagi musim-musimnya
menggambar gunung hahaha, pasti kalian juga kan, aku juga suka menggambar
gunung kemudian ada jalan di tepi gunung tersebut, lalu ada sawah-sawah
membentang hijau, walau dulu aku belum yakin, apakah benar ini padi di sawah haha.
Setelah melalui masa TK masuklah aku ke SD, di SD tak lepas juga dari seni,
saat pertama kelas satu, aku diajari menari oleh guru seni di SD ku, aku pun
saat itu sangat menyukai kebiasaan baruku, yaitu menari, namun ekstra tari itu
hanya berhenti di kelas dua, karena guru di SD ku pindah tugas ke sekolah lain,
iya begitulah, aku berhenti dikelas dua, pada saat itu kami baru diajari tari
gandrung, dan masih bisa satu tarian saja. Lanjut ke SMP, kebetulan di SMP ada
ekstra kulikuler tari, jadi aku melanjutkan hobi ku di jenjang SMP ini, lepas
dari itu semua seni tetap terus mengalir dijiwaku, aseeeek ya memang begitulah rasanya. Seni itu sudah menghipnotis
otak kanan ku, dan aku mengembangkan itu, dulu pas masih SD aku berhenti nari
di kelas dua, lalu aku lanjut ke nyanyi, sampai-sampai pas kelas lima kalau
tidak kelas empat, tau ah udah lupa udah lama banget hehe, waktu itu aku di
tunjuk buat nyanyi diacara tujuh belasan di desa ku, waktu itu rasanya udah
kayak jadi artis beneran hehe semua terbelalak melihat aku menyanyi, siapa yang
tak kagum anak kecil udah berani nyanyi di depan orang banyak, apalagi acara
tujuh belasan, hehe aku juga seneng, soalnya aku juga menyukai dunia tarik
suara. Karena ibu dan ayahku tahu aku menyukai nyanyi lalu akhirnya bakatku itu
dikembangkan, dengan cara aku di les kan nyanyi, waktu itu awalnya lagu
keroncong, jadi aku lumayan bisa sedikit, tapi lupa liriknya, lagu yang ku
ingat judulnya GENJER-GENJER , waktu itu aku tak peduli maknanya apa, yang
penting aku suka menyanyi dan aku tak ambil pusing apa arti dan maknanya itu
lagu, yang penting aku suka hehe. Saat les lagu keroncong ini ada sesuatu yang
menarik fikiranku, diujung tempat latihan, ada bambu kecil-kecil berjajar-jajar
dan dengan ukuran yang berbeda-beda, kemudian disusun menjadi satu barisan
bambu, dan jika di ketuk mengeluarkan bunyi yang khas, ya benar namanya
ANGKLUNG, ada yang pernah mendengar? Atau baru tahu kali ini? hehe angklung itu
lah yang digunakan untuk mengiringi aku dan teman-teman menyanyi, ya musik dan
lagu keroncong identik dengan angklung, namun akhir-akhir ini angklung sudah
sulit dijumpai, padahal aku sangat menyukainya, nilai estetika yang dihasilkan
oleh angklung itu amat tinggi, dan selain unik bunyi yang dikeluarkan pun
sangat indah dan berbeda. Saat besar nanti jika sudah menjadi orang sukses,
insyaallah aku akan mencarimu lagi klung.
Anak
SD mulai merasakan kebosanan, bosan di keroncong, aku beralih ke dangdut sampai
kelas enam, aku les lagu dangdut, tapi bukan dangdut kayak bang haji, ini lebih
tepatnya ke dangdut kendang kempulan, orang
Banyuwangi sih sering menyebutnya seperti itu hehe. Nah kesempatan nyanyiku
ternyata kembali lagi di SMP waktu itu pas aku masih kelas satu, saat itu pada
acara perpisahan kelas tiga, aku mewakili kelasku sebagai partisipant he he he, kata guru musikku di sekolah suaraku lumayan
bagus, hanya perlu poles sana-sini, wahh senengnyaa. Ya begitulah, aku terus
mengasah kemampuan ku, selain menyanyi aku juga tetap menari, kebetulan di SMP
ada ekstra tari tradisional Banyuwangi, yaitu tari GANDRUNG, karena aku
menyukai budaya, aku juga giat mengikuti ekstra, tanpa meniggalkan les nyanyi
ku. Namun pada suatu hari aku tergiur untuk mengikuti ekstra PMR karena diam-diam
begini cita-citaku adalah menjadi dokter, karena aku fikir PMR seperti
kesehatan-kesehatan gitu jadi aku ikut PMR, dan aku meninggalkan gandrungku,
saat itu padahal satu minggu lagi pentas, dan padahal aku sudah masuk tim inti,
tapi yasudah, namanya saja sudah tergiur, maklum lah memang masa SMP itu masih labil-labilnya anak sekolah he he .
Setelah itu vokalku dipertimbangkan lagi, tiba-tiba ada kakak kelas yang
mengajak ku untuk ikut tim paduan suara, ya tentu saja aku setuju hehe. Waktu
itu aku masih kelas dua, tapi ini bukan ajang perpisahan lagi, ini ajang lomba,
dan benar-benar harus serius. Alhasil setelah kami berusaha sekuat tenaga, kami
mendapat juara juga, walaupun bukan juara I, waktu itu kami juara III hehehe
cukup bangga lah, ini tingkat kabupaten, dan yang ikut saingannya lumayan
berat. Memang SMP ku dulu terkenal dengan vokalnya dan voley, SMP ku memang
sering menjuarai lomba tarik suara, kakak kelas ku dulu sampai-sampai tak boleh
mengikuti lomba, gara-gara dia selalu menang he he, dan sekarang dia sudah
menjadi artis loh, mungkin kalian kenal, artis Banyuwangi namanya Suliyana J.
Inget ya Suliyana bukan Suleyana he he, bencanda ya mbak Suliii.
Lepas
dari itu semua, aku memiliki kebiasaan lain yaitu menyanyi, menari, menggambar,
menulis cerita, membaca buku itulah hobiku, tak jauh-jauh dari dunia seni kan,
hehe. Tapi selain itu semua, aku juga mahir lho bermain alat musik, eh bukan
mahir sihh tepatnya lumayan bisa he he, terutama Gitar, keahlian ini aku
peroleh dari paman ku, beliau mengajariku memetik gitar kalau tak salah sejak
aku kelas enam SD. Awalnya aku kesakitan, karena senarnya kan kalau belum
terbiasa saat dipegang lama-lama akan terasa sakit, apalagi saat memegang itu
tak hanya dipegang, kita juga harus menekannya, karena jika senarnya kendo alias tidak kencang menekannya,
saat di petik nanti senar ini tak menghasilkan bunyi yang bagus, makanya harus
berusaha sekuat tenaga, walaupun sakit tapi yang membuat aku tertarik adalah
suara yang merdu dari dawai-dawai tersebut. walau sakit aku tetap menekuninya,
sampai hafal kunci-kunci nya C Dm G Fm tapi masih ada yang belum aku bisa yaitu
kunci Mayor, soalnya tanganku tak sampek hehe.
Masih soal alat musik, tangan ini juga pernah loh memegang keyboard alias piano
kecil-kecilan hehe berkat keingintahuanku, ayah ibuku mau membelikanku piano
kecil itu, dulu awalnya aku meminta piano itu gara-gara aku ikut tim paduan
suara, soalnya dulu pas paduan suara itu yang dihafalkan bukan lirik lagunya,
melainkan NOT nya, iya not piano, jadi untuk mempermudah belajar dirumah, aku
mencetuskan keinginanku untuk memiliki barang ajaib itu hehe. Kemahiranku
memainkan piano juga pernah diuji di SMP, yaitu sebagai pengiring lagu
Indonesia raya waktu upacara bendera hari senin, bangganya diriku ini hehe.
Tapi jangan sombong ya, ini masih belum apa-apa, belum jadi orang sukses.
Lulus
dari SMP tercinta, aku melanjutkan ke jenjang SMA, iyalahh tentu saja masak mau
nganggur dirumah hehe, lulusan SMP gini mau
jadi apa kalau gak lanjut SMA kerja aja belum becus hehe. Di SMA aku menemukan
suasana baru, ya aku menjumpai ekstrakulikuler yang belum pernah aku temui
yaitu TEATER. Awal kelas X aku mengambil dua ekstra, serakah ya? Gapapa dong soalnya
ngambil ekstra dua boleh kok, yang penting tidak berbenturan, aku mengambil
Teater dan lagi-lagi tari tradisional Banyuwangi bahkan lebih dari menyukainya,
aku juga menyayanginya, siahhhh alay ya hehe. Yaa bagaimanapun juga, aku
masih menyukai tarian tradisional kotaku ini. aku terus bergelut di teater dan juga
mencoba profesional di tari, namun memang benar kata pepatah, kita tak bisa
menjalankan dua-duanya kita harus memilih salah satu, karena pada akhirnya
ekstra tari dan teater berbenturan dan aku harus memlih salah satu, dan aku
melepaskan tari tradisional. Karena aku ingin mencoba suasana baru, walaupun
keputusanku ini disesali oleh pelatih tari di SMA yang kebetulan adalah kakak
kelas ku, karena beliau berfikir sudah bisa dari SMP kenapa tidak dilanjutkan,
namun mau bagaimana lagi, dan alhamdulilah naluriku benar, di teater grup kami
juga sering mendapat juara, ini membuat aku tak menyesal merelakan tari dan
mengambil teater, walaupun dua-duanya aku amat menyukainya. Mungkin karena dari
kecil aku sudah menyukai seni makanya jiwaku ini sangat naturalis hehe, ini
buka isapan jempol belaka loh teman-teman, naturalis ini aku temukan saat aku
melakuakan tes potensi akademik di tempat ku les mata pelajaran, wahh memang
seni itu menyenangkan.
Semua
yang berkaitan dengan seni aku menyukainya, bahkan pria idaman ku adalah orang
yang mampu tenggelam bersama kesenian dan budaya hehehe. Pengalaman mencicipi
semua jenis kesenian membuatku sangat berkesan, tapi ada satu yang belum aku
coba, yaitu musik gamelan, gamelan jawa yang sudah tersohor di mancanegara.
Bahkan bule pun sangat senang
memainkannya. Menurut ku semua unsur kesenian itu mengasyikkan, dan hampir
semua seni membuat otak kita merasa fresh,
coba kalian ingat-ingat bisakah kalian hidup tanpa musik? Jangan lupa ya
musik juga bagian dari seni, secara tak langsung kita semua menyukai seni,
menyukai hiburan namun cara kita mengapresiasikannya lah yang berbeda-beda.
Coba lihat disekeliling kalian, apakah yang tidak dibuat dari unsur seni?
Adakah? Oh ya? Jika ada apa itu? Haha tentu tak ada, bahkan Tuhan menciptakan
kita dengan seni yaitu “kun fayakun”
alias “abra kadabra” alias “jadilah maka jadilah” hehe tentu saja
dengan seni, jika tidak bagaimana mungkin sidik jari manusia diseluruh dunia
ini bisa berbeda semua, subhannallah.. J. Seperti ini lah
kekagumanku kepada seni dan budaya, seperti aku mengagumi sang Esa, begitu
besar dan maha dahsyatnya semua mahluk ciptaanNYA. Seperti para pelukis yang
sukses membuat kagum para penikmat seni, indra visual yang terus haus akan
berbagai spektrum warna, indra pendengaran yang juga membutuhkan asupan melodi
yang indah. Bahkan saat kita melangkah pun, kita bisa menciptakan irama
darinya, sungguh mengagumkan.